Mama, Papa, Ajari Aku Bagaimana Memeluk Landak ?

http://alimuakhir.blogdetik.com/files/2009/01/princess7.jpg

KISAH INSPIRATIF

Dilla bocah kecil usia 3 tahun masih berdiri teras rumah. Sesekali dia masuk ke dalam, untuk kemudian keluar lagi. Tangan mungilnya mengendong sebuah boneka yang tak henti-hentinya diajaknya berbicara. Wajah polosnya tak henti memandang keluar pagar rumah.

Rupanya Dilla sedang menunggu kedatangan kedua orangtuanya. Dengan antusias sesekali ia berlari di sekitar ruang tamu, duduk dan berbincang dengan boneka yang digendongya. "Sebentar lagi mama pulang lho, adik gak boleh nakal ya?!"

Kaki kecilnya bolak-balik melangkah dari ruang tamu ke pintu depan. Diliriknya jalan raya depan rumah. Belum ada. Dilla masuk lagi. Keluar lagi. Belum ada. Masuk lagi. Keluar lagi. Begitu terus selama hampir satu jam. Suara si mbok yang menyuruhnya berulang kali untuk makan duluan tidak digubrisnya. 

Akhirnya pukul 18.30. Tinnn........... Tiiiinnnnn.............. !! Dilla kecil melompat girang! Mama pulang! Papa pulang! Dilihatnya dua orang yang sangat dicintainya itu masuk ke rumah.

"Mama pulang... mama pulang.. Dik, mama udah pulang" Dilla dan boneka kecilnya berlari menyambut sang mama yang berjalan dengan tangan memegangi kepalanya. 

"Mama kenapa?" sang mama diam.

"Papa... papa !!!" seru Dilla seraya menghambur ke arah sang papa yang masuk tak lama berselang. Namun sang papa segera menampiknya, "Sama mama, ya, nak, Papa mau langsung mandi"
Tak dihiraukannya wajah bocah kecilnya yang bengong melihat sang papa yang tidak mau menerima pelukan sayangnya.

Dilla pun kembali menghampiri sang mama yang kini sudah duduk di kursi tamu sambil mengurut-urut kepalanya. Wajah yang letih sehabis bekerja seharian mencari nafkah bagi keluarga terlihat jelas. Si kecil Dilla tentunya belum mengerti banyak. Dalam pikirannya, Dilla cuma tahu, ia kangen Mama dan Papa, dan ia girang Mama dan Papa pulang.
"Mama, mama.... Mama, mama...." Dilla menggerak-gerakkan tangan sang mama. Mama diam saja. 

Dengan cemas Dilla bertanya, "Mama sakit ya? Apanya yang sakit? Mam, mana yang sakit?" Mama tidak menjawab. Hanya mengernyitkan alis sambil memejamkan mata. Dilla makin gencar bertanya, "Mama, mama... mana yang sakit? Dilla ambilin obat ya? Ya, ma? Ya?"

Tiba-tiba... "Dilla!! Mama lagi pusing nih! Kamu jangan berisik donk ah!" Mama membentak dengan suara tinggi. Kaget, Dilla mundur perlahan. Matanya menyipit. Kaki kecilnya gemetar. Bingung. Dilla salah apa?

Dilla sayang Mama... Dilla kangen mama. Apa salah Dilla sayang mama? Apa tidak boleh Dilla kangen mama. Takut-takut, Dilla menyingkir ke sudut ruangan. Mengamati Mama dari jauh, yang kembali mengurut-ngurut kepalanya. Otak kecil Cassie terus bertanya-tanya: Mama, Dilla salah apa? Mama tidak suka dekat-dekat Dilla? Dilla mengganggu Mama? Dilla tidak boleh sayang Mama?

Otak Dilla memutar kejadian yang sama pada beberapa hari yang lalu, di mana kejadian yang nyaris sama terjadi : papa dan mama membentaknya sepulang mereka dari bekerja. 

Dan berbagai peristiwa sejenis kerap terjadi. Dan otak kecil Dilla dengan jelas merekam semuanya.
  

Maka tahun-tahun berlalu. Dilla kini bukan lagi Dilla yang kecil. Dilla telah beranjak remaja. 

TIN ..TIIIN ! Mama pulang. Papa pulang. Dilla menurunkan kaki dari meja. Mematikan TV, dan buru-buru naik ke atas, ke kamarnya, dan mengunci pintu. Menghilang dari pandangan. "Dilla mana, bi?" tanya sang mama. 

"Sudah makan duluan, Tuan, Nyonya."
 

Malam itu mereka kembali hanya makan berdua. Dalam kesunyian mereka berpikir dengan hati terluka : Mengapa anak kami sendiri, yang kami besarkan dengan susah payah, dengan kerja keras, nampaknya tidak suka menghabiskan waktu bersama-sama dengan kami? Apa salah kami? Apa dosa kami? Dasar anak jaman sekarang, tidak tahu hormat sama orangtua! Tidak ada sopan santunnya. 

Dari atas, diam-diam Dilla mengamati dua orang yang paling dicintainya. Tanpa suara. Dari jauh. Dari tempat dimana ia tidak akan terluka. Di mana ia tidak akan mendapatkan bentakan atau hardikan.

Dilla terus memandangi kedua orangtuanya sampai mereka menghilang masuk ke kamar tidur mereka. 

Masih disimpannya satu hal yang selama ini kerap mengganggu pikirannya dan tak berani ia ungkapkan ....“Mama, Papa, katakan padaku, bagaimana caranya memeluk seekor landak? “


"Wahai ayah, wahai bunda,
Wahai bapak, wahai ibu,
Wahai papa, wahai mama,
Wahai papi, wahai mami,
Duhai abi, duhai ummi .................,
Jangan biarkan anak kita lepas dari kita"

Sources by : abdullahabduh.blogspot.com


Related Posts with Thumbnails
You can leave a response, or trackback from your own site.